Jumat, 09 April 2010

metodologi penelitian

Analisis Penguraian Cahaya (dispersi) pada prisma
Dengan menggunakan Software Easy Java Simulation

Oleh:
Khusnul Nur Khotimah (053224030)

Abstrak

Penelitian mengenai analisis penguraian cahaya (dispersi) pada prisma dengan menggunakan software Easy Java Simulation ( EJS ) dengan tujuan untuk dapat mengetahui pengaruh sudut bias pada prisma (β) terhadap sudut deviasi spektrum warna dan untuk menganalisa penguraian cahaya (dispersi) pada prisma dengan menggunakan software Easy Java Simulation (EJS). Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan penerapan program Easy Java Simulation (EJS), kemudian menganalisis hasil penerapan. Dari penelitian yang dilakukan dapat simpulkan bahwa penguraian cahaya (dispersi) pada prisma menghasilkan spektrum warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Makin besar sudut bias pada prisma (β), maka makin besar pula sudut deviasinya.

Key words : Easy Java Simulations ( EJS ), Dispersi



A. PENDAHULUAN

Cahaya putih jika dilewatkan prisma, maka akan menjadi pelangi setelah keluar. Cahaya putih sebenarnya tersusun dari banyak warna, seperti banyaknya warna yang muncul di pelangi. Setiap warna yang menyusun cahaya putih memiliki panjang gelombang yang tidak sama, oleh karena itu sudut biasnya pun berbeda beda. Ketika cahaya putih bergerak dari udara lalu melalui medium yang berbeda (prisma), cahaya penyusunnya mengalami pembiasan yang berbeda-beda bergantung pada panjang gelombangnya. warna merah mengalami pembiasan paling kecil sedangkan warna ungu paling besar.
Pada zaman sekarang ini, penyampaian materi tidak hanya dapat dilakukan dengan penggunaan media pembelajaran, tetapi juga dapat dilakukan dengan penggunaan teknologi informasi. Teknologi informasi ini dapat menunjang peningkatan penelitian dalam bidang ilmu pengetahuan. Misalnya komputer yang digunakan sebagai media simulasi.
Ada banyak software yang dapat digunakan sebagai alat desain untuk simulasi peristiwa alam (sains), salah satunya adalah dengan software Easy Java Simulation (EJS). Software ini merupakan progran yang dapat digunakan untuk membantu menciptakan simulasi ilmiah, khususnya dalam pokok bahasan gelombang mengenai penguraian cahaya (dispersi) pada prisma.
Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah untuk dapat mengetahui pengaruh sudut bias pada prisma (β) terhadap indeks bias spektrum warna dan untuk menganalisa penguraian cahaya (dispersi) pada prisma dengan menggunakan software Easy Java Simulation (EJS).

B. KAJIAN PUSTAKA

Cahaya adalah merupakan gelombang elektromagnetik dan termasuk gelombang transversal yang dapat dibuktikan dengan peristiwa polarisasi. Cahaya dapat merambat di dalam ruang hampa dengan kecepatan 3.108 m/det (c). Berdasarkan percobaan-percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa cahaya dapat bersifat sebagai suatu gelombang dan dapat bersifat sebagai partikel.
Seperti halnya dengan gelombang, cahaya pun mempunyai beberapa sifat-sifat:
1. Dapat mengalami pemantulan (refleksi).
2. Dapat mengalami pembiasan (refraksi).
3. Dapat mengalami lenturan (difraksi).
4. Dapat dijumlahkan (interferensi).
5. Dapat diuraikan (dispersi).
6. Dapat mengalami hamburan.
7. Dapat diserap arah geternya.
8. Selain dersifat sebagai gelombang juga bersifat sebagai partikel.
Dispersi adalah peristiwa terurainya cahaya putih yag melewati sebuah prisma menjadi spektrum warna-warna. Dispersi ini terjadi akibat perbedaan indeks bias masing-masing warna cahaya. Oleh karena itu, pembahasan tentang dispersi akan melibatkan sifat pembiasan cahaya pada prisma.
Cahaya putih adalah cahaya polykhromatis (banyak warna). Jika cahaya polykhromatis masuk ke zat optis lebih rapat akan mengalami perubahan kecepatan, akibatnya panjang gelombangnya juga berubah sedangkan frekuensinya tetap. Jika terjadi perubahan panjang gelombang maka warna cahaya juga akan berubah sesuai dengan indeks bias zat optis tersebut. Contoh sederhana untuk prisma alamiah (air hujan) mampu mengubah cahaya matahari (polykhromatis) menjadi cahaya pelangi (monokhromatis).

Hukum Utama Pembiasan
Hukum Snellius I berbunyi:
”Sinar datang, sinar bias dan garis normal terletak pada satu bidang datar.”
Hukum Snellius II berbunyi:
”Sinar datang dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat maka sinar akan dibelokkan atau dibiaskan mendekati garis normal. Sinar datang dari medium lenih rapat ke medium kurang rapat maka sinar akan dibelokkan atau dibiaskan menjauhi garis normal. Sinar yang datang tegak lurus bidang batas tidak dibiaskan melainkan diluruskan.”

Pembiasan Cahaya pada Prisma
Prisma adalah alat yang dipakai untuk merefleksikan cahaya atau untuk memisahkannya (dispersi) ke dalam warna spektral (warna pelangi), yang secara tradisional dibuat dalam bentuk prisma dengan dasar segitiga. Prisma adalah medium yang dibatasi oleh dua permukaan datar yang berbentuk sudut.

Apabila seberkas cahaya putih atau polikromatis melewati sebuah prisma maka cahaya tersebut diuraikan. Penguraian cahaya ini menjadi warna-warna cahaya monokromatis disebut dengan dispersi cahaya. Sudut deviasi adalah sudut yang dibentuk oleh perpanjangan sinar datang dan sinar keluar pada prisma

Sudut Deviasi
Sudut deviasi adalah sudut yang dibentuk oleh perpanjangan berkas sinar datang dan berkas sinar yang keluar dari prisma. Persamaan sudut deviasi prisma:

Dispersi (Penguraian cahaya)
Dispersi adalah peristiwa penguraian cahaya polikromarik (putih) menjadi cahaya-cahaya monokromatik (me, ji, ku, hi, bi, ni, u) pada prisma. Peristiwa dispersi ini terjadi karena perbedaan indeks bias tiap warna cahaya. Cahaya berwarna merah mengalami deviasi terkecil sedangkan warna ungu mengalami deviasi terbesar.
Misalkan sebuah sinar cahaya putih, yaitu gabunga semua panjang gelombang yang dapat silihat mata, mengenai prisma seperti dalam gambar 3. bila cahaya putih di dispersi oleh prisma, maka seluruh berkas cahaya mendeviasi (mengurai) menjadi spektrum warna, yaitu merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya vahaya putih tersebut merupakan gabungan dari ke tujuh warna tersebut. Cahaya yang merupakan gabungan dari beberapa jenis warna disebut polikromatik, sedangkan cahaya yang hanya terdiri dari satu warna disebut monokromatik. Apabila spektrum warna hasil dispersi diurutkan dari warna merah hingga ungu, maka diperoleh beberapa sifat: sudut deviasi semakin besar, indeks bias semakin besar, frekuensi semakin besar, dan panjang gelombang semakin kecil.


C. METODE PENELITIAN

Variabel-variabel yang digunakan:
Variabel bebas : sudut bias (β)
Variabel terikat : medium 1 (udara)
medium 2 (prisma)
sudut datang (i1)
Variabel respon : sudut bias (r2)

Metode penelitian yang dilakukan terdiri dari 2 tahap, yaitu dengan penerapan program dan menganalisis hasil penerapan program:
1. Penerapan Program
Menerapkan simulasi Penguraian cahaya (dispersi) pada prisma dengan menggunakan software Easy Java Simulation ( EJS ).
2. Menganalisis Hasil Penerapan Program
Menjelaskan arti fisis dari penerapan program dengan Easy Java Simulations (EJS)

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dapat diperoleh nilai indeks bias pada masing-masing spektrum warna dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
D = (i1+r2)-β
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa urutan spektrum warna mulai dari spektrum dengan indeks bias terendah hingga tertinggi adalah merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, hingga ungu.
Pada gambar diatas dapat diketahui hubungan antara panjang gelombang dengan sudut deviasi.
Makin besar panjang gelombang suatu spektrum warna, maka makin rendah deviasi minimum dam nilai indeks biasmya. Urutan nilai panjang gelombang dari mulai yang tertinggi hingga terendah adalah merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, hingga ungu.

E. SIMPULAN DAN SARAN

Dari penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan penguraian cahaya (dispersi) pada prisma menghasilkan spektrum warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Makin besar sudut bias pada prisma (β), maka makin besar pula sudut deviasinya.
Adapun saran untuk penelitian ini adalah perlunya dilakukan percobaan/eksperimen sebagai pembuktian secara nyata mengenai penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Halliday, David. 1977. Fisika Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Tippler, Paul A. 1991. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Erlangga
http://id.wikipedia.org/wiki/Dispersi
http://www.phy.ntnu.edu.tw/osejs/

experimen-artkel mekanika jujja

Penentuan Hukum II Newton
Menggunakan
Air track dan Computer photogate timing system

Oleh:
Latifatul Masrurin (053224038)
Khusnul Nur Khotimah (053224030)

Abstrak

Telah dilakukan persobaan mengenai Penentuan Hukum II Newton menggunakan Air track dan computer timing system di Laboratorium Experimen Fisika UNESA dengan tujuan untuk menentukan Hukum II Newton menggunakan Air track dan computer tinimg system dengan mengabaikan momen inersia. Percobaan ini dilakukan dengan cara meletakkan massa peluncur pada lintasan Air track dan menghubungkannya dengan massa beban dan melewati katrol yang tidak bergerak, sehingga peluncur tersebut melewati kedua photogate dan komputer akan mencatat waktu (t), kecepatan (v), dan percepatan (a) yang dialami peluncur tersebut saat melewati kedua photogate. Dari percobaan yang telah kami lakukan diperoleh kesimpulan bahwa makin besar massa beban+penggantung (ma) maka makin besar pula percepatannya, makin besar massa total (ma+m) makin kecil percepatannya. Dari percobaan diperoleh:
- Dengan mtotal (ma+m)konstan dan memanipulasi ma dan m
ā = (0,5460 ± 0,0184) m/s2 dengan taraf ketelitian sebesar 96.64%
F = (161,70 ± 34,71) N dengan taraf ketelitian sebesar 78.54%
Sedangkan menurut teoritis:
ā = (0,7383 ± 0,1581) m/s2 dengan taraf ketelitian sebesar 78,59%
F = (161,70 ± 34,71) N dengan taraf ketelitian sebesar 78.54%
- Dengan ma konstan dan memanipulasi m
ā = (0,3356 ± 0,0775) m/s2 dengan taraf ketelitian sebesar 76,77%
F = 259,7 N dengan F konstan
Sedangkan menurut teoritis:
ā = (0,1,1351 ± 0,0566) m/s2 dengan taraf ketelitian sebesar 95,01%
F = 259,7 N dengan F konstan

Abstract

Have been done by attempt concerning Determination Of Law of II Newton use Air track and Somputer timing system in UNESA Laboraratory of Experiment Physics as a mean to determine of Law of II Newton use Air track and computer timing systemneglectfully moment of inertia. This Experiment has done with putting down glider mass at trajectory Air track and connecting it with nurden mass and pass motion less pulley, so that the glider pass both photogate and computer will note time (t), velocity (v) and acceleration (a) by glider of moment pass photogate. From this experiment we have done is obtained by conclusion that more big of mass of burden+hanger (ma), more big also its acceleration, more bigly of total mass (ma+m), more small its acceleration.From this experimentis obtained:
- With total of mass (ma+m) is constant and manipulation of ma and m
ā = (0,5460 ± 0,0184) m/s2 with corrctness level 96.64%
F = (161,70 ± 34,71) N with corretion level 78.54%
While according io is theoritical:
ā = (0,7383 ± 0,1581) m/s2 with correctness level 78,59%
F = (161,70 ± 34,71) N with correctness level 78.54%
- With ma is constant and manipulation of m
ā = (0,3356 ± 0,0775) m/s2 with corretness level 76,77%
F = 259,7 N with F is constant
While according to is theoritical:
ā = (0,1,1351 ± 0,0566) m/s2 with correctness 95,01%
F = 259,7 N with F is constant




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mekanika klasik atau Mekanika Newton adalah teori tentang gerak yang didasarkan pada konsep massa dan gaya. Hukum-hukum yang menghubungkan konsep-konsep fisis ini besaran kinematika (perpindahan, kecepatan, percepatan). Semua gejala dalam mekanika klasik dapat digambarkan dengan menggunakan hanya 3 Hukum sederhana yang dinamakan Hukum Newtontentang gerak. Hukum Newton menghubungka percepatan sebuah benda dengan massanya dan gaya-gaya yang bekerja padanya. Hukum Newton dapat digunakan pada persoalan yang sederhana dimana sebuah benda dipengaruhi gaya-gaya yang besarnya konstan. Untuk dapat menyelidiki dan menentukan hubungan antara massa suatu benda dengan percepatan, maka dilakukan percobaan ”Penentuan Hukum II Newton menggunakan Air track dan Computer timing system”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat diambil sbuah rumusan masalah:
”Bagaimana pengaruh massa peluncur dan massa beban terhadap percepatan jika momen inersia pada katrol diabaikan?”
C. Tujuan
Adapun tujuan dari eksperimen ini adalah untuk menyelidiki dan menentukan Hukum II Newton menggunakan Air Track dan Computer timing system dengan mengabaikan momen inersia pada katrol.
D. Hipotesis
Semakin besar massa peluncur, naka semakin kecil percepatan yang dihasilkan. Semakin besar massa beban, semakin besar pula percepatan yang dihasilkan.

BAB II
KAJIAN TEORI

Persamaan dasar mekanika klasik menyatakan:
F = m.a
Dengan: F = jumlah vektor semua gaya yang bekerja pada benda
m = massa benda
a = vektor percepatan
persamaan diatas dapat diambil sebagai pernyataan Hukum II Newton.
Jika pada sistem diatas, katrol dibuat tidak bergerak, maka besarnya percepatan yang dialami oleh m2 adalah:
a = [m2/(m1+m2)]g
Jika pada sistem diatas katrol dibuat bergerak , maka terdapat pengaruh momen inersia pada sistem tersebut.
Hukum II Newton merupakan konsep penting untuk menjelaskan gerakan benda dibawah pengaruh suatu gaya. Air track dan computer photogate timing system adalah salah satu peralatan yang digunakan untuk menentukan Hukum II Newton tersebut, dimana pengaruh lintasan pada gerak benda dapat diminimalkan sehingga dapat diabaikan. Dalam percobaan ini, air track merupakan lintasan massa peluncur/glider. Pada air track terdapat lubang-lubang sebagai lintasan udara yang berfungsi sebagai pengurang gesekan yang terjadi. Air track juga terdapat 2 photogate yang memiliki alat sensor untuk mendeteksi waktu dan kecepatan meluncurnya massa peluncur.
Pada komputer akan mencatat t1 (waktu peluncur melewati photogate pertama), t2 (waktu peluncur melewati kedua photogate), t3 (waktu peluncur melewati photogate kedua), v1 (kecepatan peluncur pada saat melewati photogate pertama), v2 (kecepatan peluncur pada saat melewati photogate kedua), dan a (percepatan peluncur saat bergerak antara kedua photogate).
Untuk menentukan percepatan rata-rata peluncur saat bergerak antara kedua photogate digunakan persamaan:
a = v2 – v1
t2+(t1/2)+(t3/2)

BAB III
METODE PERCOBAAN
(Percobaan 1)

A. Alat dan Bahan
1. Computer photogate timing system dengan dua Accessory photogate
2. Sistem Air track dengan satu peluncur/glider
3. Seperangkat massa
4. Katrol
B. Variabel-Variabel
1. Variabel manipulasi:
ma (massa beban+penggantung)
m(massa peluncur), ma+m konstan
2. Variabel kontrol:
D(jarak antara kedua photogate)
l (panjang massa peluncur)
3. Variabel respon:
t (waktu)
v (kecepatan)

C. Langkah Eksperimen
Merangkai Air track. Menimbang massa peluncur (m), massa beban+penggantung (ma), lalu mengukur jarak antara kedua photogate (d) dan panjang peluncur (l), kemudian menyiapkan program komputer. Menyalakan Air track dan meletakkan peluncur pada lintasan dan melepaskannya pada sebuah titik/jarak tertentu, hingga melewati kedua photogate. Mengulangi langkah tersebut untuk m dan ma yang berbeda (ma+m konstan) sebanyak 5 kali (untuk tiap manipulasi ma dan m dilakukan percobaan sebanyak 10 kali)

BAB III
METODE PERCOBAAN
(percobaan 2)


A. Alat dan Bahan
1. Computer photogate timing system dengan dua Accessory photogate
2. Sistem Air track dengan satu peluncur/glider
3. Seperangkat massa
4. Katrol
B. Variabel-Variabel
1. Variabel manipulasi:
m (massa peluncur)
2. Variabel kontrol:
D (jarak antara kedua photogate)
l (panjang massa peluncur)
ma (massa beban+penggantung)
3. Variabel respon:
t (waktu)
v (kecepatan)
C. Langkah Percobaan
Merangkai Air track. Menimbang massa peluncur (m), massa beban+penggantung (ma), lalu mengukur jarak antara kedua photogate (d) dan panjang peluncur (l), kemudian menyiapkan program komputer. Menyalakan Air track dan meletakkan peluncur pada lintasan dan melepaskannya pada sebuah titik/jarak tertentu, hingga melewati kedua photogate. Mengulangi langkah tersebut untuk m yang berbeda (ma+m konstan) sebanyak 5 kali (untuk tiap manipulasi ma dan m dilakukan percobaan sebanyak 10 kali)

BAB V
DISKUSI

Pad percobaan kami, katrol dibuat diam karena tali dianggap tidak bermassa (massa tali terlalu kecil sehingga dapat diabaikan) dan katrol dianggap memiliki massa yang dapat diabaikan, sehingga tegangan tali T1 dan T2 sama besar dan tidak ada gaya tangensial yang bekerja pada tali karena peluncur pada Air Track tidak mempunyai percepatan (a) arah vertikal maka gaya-gaya vertikal Fn dan mg harus saling mengimbangi. Jika ax adalah percepatan horizontal m, hukum kedua Newton memberikan:
T = m.ax
Dengan T1 = T2 = T adalah tegangan dlam tali. Percepatan penggantung+beban adalah vertikal ke bawah. Gaya-gaya yang bekerja padanya adlah gaya gaya beratnya mag ke bawah dan tegangan tali T2 ke atas. Jika arah ke bawah adalah arah positif untuk percepatan ay penggantung+beban, maka hukum II Newton memberikan:
mag – T = maay
Jika tali penghubung tidak jadi kendur, tiap massa harus bergerak dengan kelajuan sama, dan percepatan ax dan ay haruslah sama besarnya (tetapi tidak arahnya), maka:
T = ma
Mag – T = ma
Mag – ma = maa
Sehingga a = [ma/(ma+m)]g

KESIMPULAN

Dari data yang kami dapatkan pada percobaan Hukum II Newton menggunakan Air track dan compute photogate timing system dapat disimpulkan bahwa:
• Makin besar massa beban+penggantung (ma), makin besar pula percepatannya
• Makin besar massa total (ma+m), makin kecil percepatannya
• Dari percobaan yang telah kami lakukan diperoleh:
a). ā = (0,5460 ± 0,0184) m/s2 dengan taraf ketelitian sebesar 96,64% dan F = (161,7 ± 34,71) N dengan taraf ketelitian sebesar 78,54%.
Sedangkan menurut teoritis, diperoleh:
ā = (0,7383 ± 0,1581) m/s2 dengan taraf ketelitian sebesar 78,59% dan F = (161,7 ± 34,71) N dengan taraf ketelitian sebesar 78,54%.
Nilai a menurut percobaan dengan nilai a teoritis memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah pengaruh gaya luar (gesekan dengan udara), gravitasi, jarak antara kedua photogate.
b). ā = (0,3336 ± 0,0775) m/s2 dengan taraf ketelitian sebesar 76,77% dan F = 259,7 N dengan nilai F konstan karena ma konstan.
Sedangkan menurut teoritis, diperoleh:
ā = (1,1351 ± 0,0566) m/s2 dengan taraf ketelitian sebesar 95,01% dan F = 259,7 N dengan nilai F konstan karena ma konstan.
Nilai a menurut percobaan dengan nilai a teoritis memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah pengaruh gaya luar (gesekan dengan udara), gravitasi, jarak antara kedua photogate


DAFTAR PUSTAKA

Halliday, David. 1977. Fisika Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Tippler, Paul A. 1991. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Erlangga

experiment-artikel listrik magnet

CURRENT BALANCE II

Oleh :

Khusnul Nur Khotimah (053224030)
Latifatul Masrurin (053224038)

ABSTRACT

Have done by experiment about Current Balance II to know influence of addition of object mass to angle of rotation (β), to know influence apart between strand of metal to angle of rotation (β), and to determine value permeability of magnetic on the air (µ0) according to attempt. Attempt method we used there are 2 method, at first attempt, with adder mass manipulation ( without current) to determine value of konstanta ( k), and at second attempt with manipulation apart between strand of metal (d) to determine value permeability of magnetic on the air (µ0). From attempt we which have done, can be concluded that is ever greater of mass, more and more big also its angle of rotation, more and more bigly of distance between conductor strand of metal, more and more big also its angle of rotation, and also assess magnetic permeability on the air according to attempt is equal to ( 1,034 ± 0,229)x 10-7 Wb.

ABSTRAK

Telah dilakukan eksperimen yang berjudul Current Balance II dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan massa benda terhadap sudut putar (β), untuk mengetahui pengaruh jarak antar kawat terhadap sudut putar (β), dan untuk menentukan nilai permeabilitas magnetic di udara (µ0) menurut percobaan. Metode percobaan yang kami gunakan ada 2 yaitu pada percobaan pertama, dengan memanipulasi massa penambah (tanpa arus) untuk menentukan nilai konstanta (k), dan pada percobaan kedua dengan memanipulasi jarak antar kawat (d) untuk menentukan nilai permeabilitas magnetic di udara (µ0). Dari percobaan yang telah kami lakukan, dapat disimpulkan bahwa semakin besar massa, maka makin besar pula sudut putarnya, makin besar jarak antar kawat penghantar, makin besar sudut putarnya, serta nilai permeabilitas magnetik di udara menurut percobaan adalah sebesar (1,034 ± 0,229)x 10-7 Wb/Am.



I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebuah kawat akan menarik pebjepit kertas, paku dan benda-benda yang terbuat dari besi. Semua magnet, bentuk batang atau tapal kuda memiliki dua ujung atau mata,yang disebut kutub, dimana efek magnet paling kuat. Jika dua magnet didekatkan, masing-masing akan memberikan gaya pada yang lainnya. Gaya tersebut bisa tarik-menarik atau tolak-menolak dan dapat dirasakan bahkan saat magnet-magnet tersebut tidak bersentuhan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh penambahan massa benda terhadap sudut putar (β) pada neraca arus?
2. Bagaimana pengaruh jarak antar kawat terhadap sudut putar (β)?
3. Berapa nilai permeabilitas magnetik diudara (µ0) menurut percobaan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan massa benda terhadap sudut putar (β) pada neraca arus
2. Untuk mengetahui pengaruh jarak antar kawat terhadap sudut putar (β)?
3. Untuk menentukan nilai permeabilitas magnetik diudara (µ0) menurut percobaan?

II. DASAR TEORI

Jika suatu kawat penghantar lurus berarus listrik berada dalam medan magnet, dan mendapat gaya, maka kawat penghantar akan menyimpang. Arah gaya akan dapat ditentukan dengan kaidah tangan kanan. Gaya yang dialamai kawat penghantar besarnya sebanding dengan medan magnet dikalikan dengan arus yang melewati kawat penghantar tersebut. Secara matematis gaya yang dialami gaya yang dialami kawat penghantar dituliskan :
F = B i l
Dengan:
I = arus yang melalui kawat penghantar
B = induksi magnetic
L = panjang kawat penghantar

III. METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan
1. Current Balance
2. Set massa
3. Power Supply
4. Neraca digital
5. Penggaris

B. Variabel
Percobaan I (tanpa arus)
V. Manipulasi : massa (m)
V. Kontrol : jarak (d)
V. Respon : sudut putar (β)
Percobaan II (dengan arus)
V. Manipulasi : jarak (d)
V. Kontrol : massa (m)
V. Respon : sudut putar (β)

C. Langkah Percobaan
• Percobaan 1
1. Merangkai alat dan bahan seperti gambar rancangan percobaan dan mengkalibrasinya.
2. Mengatur jarak antara dua kawat (d)
3. Meletakkan massa tepat di tempat massa pada tengah kawat penghantar
4. Memutar petunjuk arah dan mencatat derajat putarannya.
5. Mengulangi langkah diatas untuk massa yang berbeda.
• Percobaan 2
1. Mengatur arus I sebesar 6 Ampere
2. Mengatur jarak antar kawat (d)
3. Meletakkan massa tepat di tempat massa pada tengah kawat penghantar
4. Memutar petunjuk arah dengan arah berlawanan dengan jarum jam untuk menyeimbangkan batang penyeimbang, dan mencatat derajat putarannya.
5. Mengulangi langkah diatas untuk jarak yang berbeda.

V. KESIMPULAN

Dari eksperimen yang telah kami lakukan dapat disimpulkan bahwa:
1 Semakin besar massa beban yang diberikan, maka semakin besar sudut putarnya
2. Semakin besar jarak antar kawat, maka semakin besar sudut putarnya 3. Nilai konstanta pedmeabilitas magnetik di udara menurut percobaan adalah sebesar (1,034 ± 0,229)x 10-7 Wb/Am.

DAFTAR PUSTAKA

• Dosen-dosen FISIKA FMIPA ITS.2005.FISIKA II.ITS.Surabaya.
• Giancoli.Fisika Edisi Kelima.Jilid kedua.Surabaya
• Halliday,Resnick.1984.Fisika Jilid2 diterjemahkan Pantur Silaban.Jakarta:Erlangga.

experiment-artikel gelombang

Spektrometer

Oleh:
Khusnul Nur Khotimah (053224030)
Latifatul Masrurin (053224038)

Abstrak

Telah dilakukan percobaan mengenai Spektrometer di Laboratorium Experimen Fisika UNESA dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara panjang gelombang spektrum warna dengan indeks bias dan untuk menentukan nilai indeks bias (n) menurut percobaan. Percobaan ini dilakukan dengan cara meletakkan peisma pada tempat prisma spektrometer dan memastikan benang silang tepat pada spektrum warna bila dilihat dari lensa okuler spektrometer, dan mencatat sudut deviasi yang terbaca pada spektrometer. Selanjutnya dapat diperoleh sudut deviasi minimum (Dmin) dan indeks bias (n). Dari percobaan yang telah kami lakukan (dengan A = 900), diperoleh kesimpulan bahwa makin kecil panjang gelombang (λ) spektrum warna, maka makin besar indeks bias yang dihasilkan, dan besar indeks bias (n) menurut percobaan adalah berkisar antara 1,196 hingga 1,203. Hal ini tidak sesuai dengan nilai teorits yaitu indeks bias pada prisma adalah senesar 1,5 , hal ini dikarenakan oleh adanya pengaruh dari cahaya lain selain cahaya mercury yang berasal dari kolimator, yaitu cahaya lampu pada ruangan eksperimen.

Abstract

Have been done by attempt concerning Spektrometer in UNESA Laboraratory of Experiment Physics as a mean to knowing relation between color spectrum wavelenght with refractive index and to determine refractive index value (n) accoeding to attempt . This Experiment has done with putting down prism at spectrometer prism place and as certain crossed yarn at color spectrum if seen from okuler lens of spectrometer and note read angel at deviation at spectrometer . From this experiment we have done (with A = 900), is obtained by conclusion that more small of wavelength (λ) color spectrum, more big of yielded refractive index, and big of refractive index (n) according to attempt to range from 1,196 until 1,203. This matter disagree with theoretical value that is refrective index at prism is equal to 1,5 , this matter because of by existence of influence of light beside the light of mercury coming from collimator, that is lamplight at experiment room.




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cahaya (sinar tampak) merupakan salah satu gelombang elektromagnetik, yaitu gelombang yang dapat merambat dalam ruang hampa, merupakan gelombang transversal, merambat dalam arah arus (tidak terpengaruh medan magnet dan medan listrik), dapat mengalami pemantulan (refleksi), pembiasan (refraksi), perpaduan (interferensi), lenturan (difraksi) dan pengkutuban (polarisasi). Cahaya adalah sinar yang dapat membantu penglihatan kita. Perbedaan sensasi pada mata akibat cahaya yang berbeda frekuensi atau panjang gelombangnya akan menimbulkan warna yang berbeda. Sedangkan alat untuk mengukur panjang gelombang secara akurat dengan menggunakan kisi difraksi (prisma) untuk memisahkan panjang gelombang cahaya yang berbeda adalah spektrometer. Untuk mengetahui hubungan antara indeks bias (n) dengan panjang gelombang (λ) dan untuk mengetahui indeks bias (n) menurut percobaan, maka dilakukanlah percobaan berjudul spektrometer.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat diambil sbuah rumusan masalah:
1. Bagaimana hubungan antara indeks bias (n) dengan panjang gelombang (λ)?
2. Berapakah nilai indeks bias (n) menurut percobaan?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari eksperimen ini adalah untuk mengetahui hubungan antara indeks bias (n) dengan panjang gelombang (λ) dan untuk mengetahui indeks bias (n) menurut percobaan.
D. Hipotesis
Semakin kecil panjang gelombang (λ) spektrum warna, maka makin besar indeks bias yang dihasilkan, dan besar indeks bias (n) menurut percobaan adalah sebesar 1,5.

BAB II
KAJIAN TEORI

Dispersi adalah peristiwa terurainya cahaya putih yang melewati sebuah prisma menjadi spektrum warna-warna. Dispersi ini terjadi akibat perbedaan indeks bias masing-masing warna cahaya. Oleh karena itu, pembahasan tentang dispersi akan melibatkan sifat pembiasan cahaya pada prisma.
Indeks bias
Indeks bias adalah perbandingan antara kecepatan cahaya di udara terhadap kecepatan cahaya di medium gelas.
Pembiasan cahaya dalam prisma
Apabila seberkas cahaya putih atau polikromatis melewati sebuah prisma maka cahaya tersebut diuraikan. Penguraian cahaya ini menjadi warna-warna cahaya monokromatis disebut dengan dispersi cahaya. Sudut deviasi adalah sudut yang dibentuk oleh perpanjangan sinar datang dan sinar keluar pada prisma.

BAB III
METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan
1. Spektrometer
2. Prisma
3. Lampu mercury
4. Kaca pembesar
5. Senter
B. Variabel-Variabel
1. Variabel manipulasi:
Spektrum warna
2. Variabel kontrol:
Sudut bias prisma (A)
3. Variabel respon:
Sudut deviasi minimum (Dmin)
C. Langkah Eksperimen
1. Mengatur alat dan bahan seperti pada gambar rancangan percobaan
2. Mengatur agar benang silang/cross hair tepat pada sinar jika dilihat dari lubang intip
3. Menaruh prisma pada tempat prisma dengan sudut bias 900
4. Melihat dari lubang intip dan menarik teleskop ke arah kanan untuk mencari spektrum warna, dan mengatur agar benang silang tepat berada pada spektrum warna merah dan mencatat besar sudut pada spektrometer dan mencatatnya sebagai D1
5. Menarik teleskop ke arah kiri dan mengatur agar benang silang tepat pada spektrum warna merah dan mencatat besar sudut pada spektrometer dan mencatatnya sebagai D2
6. Mengulangi langkah 4 dan 5 untuk spektrum warna yang berbeda
7. Mengulangi langkah 1-6 untuk mendapatkan hasil yang berulang

BAB V
DISKUSI

Pada percobaan yang telah kami lakukan, diperoleh hubungan antara panjang gelombang dengan indeks bias adalah semakin besar panjang gelombang maka semakin kecil nilai indeks biasnya. Dan menurut percobaan kami, nilai indeks bias berkisar antara 1,196 hingga 1,203. Namun berdasarkan teori, nilai indeks bias prisma adalah sebesar 1,5. ketidakpastian perhitungan tersebut dikarenakan oleh adanya sinar lain selain cahaya mercury pada kolimator, yaitu cahaya lampu pada ruangan eksperimen, yang mempengaruhi besarnya nilai indeks bias, kekurangtelitian pengamat dalam membaca skala pada spektrometer untuk menentukan sudut deviasi, dan kekurangtepetan pengamat dalam menempatkan prisma pada tempat prisma di spektrometer.

KESIMPULAN

Dari data yang kami dapatkan pada percobaan Spektrometer dapat disimpulkan bahwa:
• Semakin kecil panjang gelombang (λ) spektrum warna, maka semakin besar indeks bias (n) yang diperoleh.
• Nilai indeks bias menurut percobaan adalah berkisar antara 1,196 hingga 1,203.

DAFTAR PUSTAKA

Halliday, Resnick. 1984. Fisika Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Zemansky,Sears.1986.Fisika untuk Universitas 3. Jakarta:Erlangga
Supiyanto.2001.Fisika untuk SMU kelas 3.Jakarta:Erlangga

experiment-artikel termo

PENGUKURAN KOEFISIEN MUAI PANJANG

Oleh:
Latifatul Masrurin (053224038)
Khusnul Nur Khotimah (053224030)

Abstrak
Telah dilakukan percobaan mengenai Pengukuran Koefisien muai Panjang di Laboratorium Eksperimen fisika UNESA dengan tujuan untuk memhami prinsip kerja dan pengukuran koefisien muai penjang pada suatu bahan dengan menggunakan alat Muschenbroek modifikasi. Percobaan ini dilakukan dengan 2 strategi, yaitu strategi bergantian dan strategi berkelanjutan. Pada strategi bergantian, bahan diukur pada temperatur ruangan eksperimen dan diberi suatu penambahan suhu, kemudian bahan dikembalikan pada suhu awal untuk melakukan percobaan selanjutnya. Pada strategi berkelanjutan, bahan yang telah diberi penambahan suhu dicatat dan terus diberikan penambahan suhu hingga bebrapa kali terjadi pertambahan panjang batang. Dari percobaan yang telah kami lakukan dapat disimpulkan bahwa prinsip kerja pada alat Muschenbroek modifikasi adalah menaikkan suhu bahan melalui elemen pemanas mengalami pertambahan panjang akan menggeser jangka sorong, dan didapatkan nilai koefisien muai panjang yaitu:
Strategi 1(bergantian): besi (termometer digital) sebesar 7,69 . 10-6 (0C)-1
(termometer manual) sebasar 8,70 . 10-6 (0C)-1
Tembaga (termometer digital) sebesar 8,74. 10-6 (0C)-1
(termometer manual) sebasar 11,5 . 10-6 (0C)-1
Strategi 2 (berkelanjutan): besi (termometer digital) sebesar 24,6 . 10-6 (0C)-1
(termometer manual) sebasar 40,13 . 10-6 (0C)-1
Tembaga (termometer digital) sebesar 69,03 . 10-6 (0C)-1
(termometer manual) sebasar 46,38 . 10-6 (0C)-1
Hasil ini memiliki perbedaan yang signifikan bila dibandingkan dengan nilai teoritis (11.10-6 (0C)-1 pada besi dan 14 .10-6 (0C)-1 pada tembaga), dikarenakan beberapa hal diantaranya adalah kekurangtelitian pengamat dalam membaca alat ukur, kesulitan kami untuk mengembalikan suhu ke suhu awal, kekurangsempurnaan alat, dan faktor-faktor lainnya.

Abstraction
Had been done by attempt concerning Measurement of coefficient of linaer expansion in Laboratory Experiment Physic of UNESA as a mean to principal ham of activity and measurement of coefficient of linear expansion at one particular material by using appliance of Muschenbroek Modification. This attempt is done by 2 strategy, that is strategy of strategy change and strategy continuation. At strategy change, material measure by at experiment room temperature, and given by an addition of temperature, then materials returned by at temperature early to do next experiment. At strategy continuation, materials which have been given by addition of temperature noted and continue to be given by addition of temperature until several times happened accretion of bar length. Of attempt we which have can be concluded that principle work at appliance of Muschenbroek modification is to boost up materials temperature through natural heater element of accretion of lenght will shift meter shove and got coefficient of linear expansion value , that are:
Strategy 1(change): iron (digital thermometer) equal to 7,69 . 10-6 (0C)-1
(manual thermometer) equal to 8,70 . 10-6 (0C)-1
Copper (digital thermometer) equal to 8,74. 10-6 (0C)-1
(manual thermometer) equal to 11,5 . 10-6 (0C)-1
Strategy 2 (continuation): iron (digital thermometer) equal to 24,6 . 10-6 (0C)-1
(manual thermometer) equal to 40,13 . 10-6 (0C)-1
Copper (digital thermometer) equal to 69,03 . 10-6 (0C)-1
(manual thermometer) equal to 46,38 . 10-6 (0C)-1
This result have differenge which significan when compared to theoritical value (11.10-6 (0C)-1 at iron and 14 .10-6 (0C)-1 at copper). Because of several things among others is observer neglection in reading measuring instrument, difficulty of us to return temperature early, apploance less perfection and other factor.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu sifat zat pada umumnya adalah akan mengalami perubahan dimensi (panjang, luas, volume) apabila dikenai perubahan temperatur. Jika diandaikan benda berwujud batang, maka yang menjadi perhatian adalah perubahan panjang batang tersebut.Koefisien muai panjang dapat ditentukan dengan menggunakan alat Muschenbroek modifikasi yang terdiri dari jangka sorong, elemen pemanas, dan thermometer.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah, diantaranya:
1. Berapakah besar koefisien muai panjang pada besi dan tembaga?
2. Apa saja yang dapat mempengaruhi koefisien muai panjang?
3. Bagaimana pengaruh perubahan suhu terhadap perubahan panjang bahan?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari eksperimen ini yaitu:
1. Untuk mengetahui besar koefisien muai panjang pada besi dan tembaga
2. Untuk mengetahui hal-hal yang dapat mempengaruhi koefisien muai panjang
3. Untuk mengetahui pengaruh perubahan suhu terhadap perubahan panjang bahan

D. Hipotesis
1. Koefisien muai panjang pada besi adalah sebesar 11.10-6 (0C)-1 dan pada tembaga sebesar14 .10-6 (0C)-1
2. Yang dapat mempengaruhi besar koefisien muai panjang adalah:
Panjang awal (Lo)
Kenaikan suhu (ΔT)
Jenis bahan
3. Semakin tinggi suhunya maka semakin panjang pemuaian pada bahan.

BAB III
METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan
1. Jenis-jenis batang logam (besi dan tembaga)
2. Alat Muschenbroek modifikasi
3. Termometer digital
4. Termometer konvensional
B. Variabel-Variabel
Strategi 1
1. Variabel manipulasi:
Perubahan suhu (ΔT)
2. Variabel kontrol:
Jenis bahan
3. Variabel respon:
Perubahan panjang (ΔL)
Panjang awal (L0)
Strategi 2
1. Variabel manipulasi:
Perubahan suhu (ΔT)
2. Variabel kontrol:
Panjang awal (L0), jenis bahan
3. Variabel respon:
Perubahan panjang (ΔL)

C. Langkah Eksperimen
Strategi 1
1). Mempersiapkan alat dan bahan
2). Mengukur panjang awal batang dan suhu awal ruangan
3). Memasang batang uji dan mengatur posisinya hingga berada pada posisi nol pada jangka sorong
4). Menyalakan elemen pemanas
5). Mencatat perubahan suhu dan perubahan panjang batang secara kontinu
6). Melepaskan batang uji dengan menggunakan tang
7). Mengembalikan batang uji dan elemen pemanas ke suhu awal
8). Melakukan langkah percobaan diatas untuk bahan yang lain
Strategi 2
1). Mempersiapkan alat dan bahan
2). Mengukur panjang awal batang dan suhu awal ruangan
3). Memasang batang uji dan mengatur posisinya hingga berada pada posisi nol pada jangka sorong
4). Menyalakan elemen pemanas
5). Melakukan pengukuran perubahan panjang batang uji pada suhu tertentu
6). Melepaskan batang uji dengan menggunakan tang
7). Mengembalikan batang uji dan elemen pemanas ke suhu awal
8). Melakukan percobaan diatas untuk variasi suhu yang berbeda
9). Melakukan langkah percobaan diatas untuk bahan yang lain

experiment-artikel mekanika

Penentuan Hukum II Newton
Menggunakan
Air track dan Computer photogate timing system

Oleh:
Latifatul Masrurin (053224038)
Khusnul Nur Khotimah (053224030)

Abstrak

Telah dilakukan persobaan mengenai Penentuan Hukum II Newton menggunakan Air track dan computer timing system di Laboratorium Experimen Fisika UNESA dengan tujuan untuk menentukan Hukum II Newton menggunakan Air track dan computer tinimg system dengan mengabaikan momen inersia. Percobaan ini dilakukan dengan cara meletakkan massa peluncur pada lintasan Air track dan menghubungkannya dengan massa beban dan melewati katrol yang tidak bergerak, sehingga peluncur tersebut melewati kedua photogate dan komputer akan mencatat waktu (t), kecepatan (v), dan percepatan (a) yang dialami peluncur tersebut saat melewati kedua photogate. Dari percobaan yang telah kami lakukan diperoleh kesimpulan bahwa makin besar massa beban+penggantung (ma) maka makin besar pula percepatannya, makin besar massa total (ma+m) makin kecil percepatannya. Dari percobaan diperoleh:
- Dengan mtotal (ma+m)konstan dan memanipulasi ma dan m
ā = (0,5460 ± 0,0184) m/s2 dengan taraf ketelitian sebesar 96.64%
F = (161,70 ± 34,71) N dengan taraf ketelitian sebesar 78.54%
Sedangkan menurut teoritis:
ā = (0,7383 ± 0,1581) m/s2 dengan taraf ketelitian sebesar 78,59%
F = (161,70 ± 34,71) N dengan taraf ketelitian sebesar 78.54%
- Dengan ma konstan dan memanipulasi m
ā = (0,3356 ± 0,0775) m/s2 dengan taraf ketelitian sebesar 76,77%
F = 259,7 N dengan F konstan
Sedangkan menurut teoritis:
ā = (0,1,1351 ± 0,0566) m/s2 dengan taraf ketelitian sebesar 95,01%
F = 259,7 N dengan F konstan

Abstract

Have been done by attempt concerning Determination Of Law of II Newton use Air track and Somputer timing system in UNESA Laboraratory of Experiment Physics as a mean to determine of Law of II Newton use Air track and computer timing systemneglectfully moment of inertia. This Experiment has done with putting down glider mass at trajectory Air track and connecting it with nurden mass and pass motion less pulley, so that the glider pass both photogate and computer will note time (t), velocity (v) and acceleration (a) by glider of moment pass photogate. From this experiment we have done is obtained by conclusion that more big of mass of burden+hanger (ma), more big also its acceleration, more bigly of total mass (ma+m), more small its acceleration.From this experimentis obtained:
- With total of mass (ma+m) is constant and manipulation of ma and m
ā = (0,5460 ± 0,0184) m/s2 with corrctness level 96.64%
F = (161,70 ± 34,71) N with corretion level 78.54%
While according io is theoritical:
ā = (0,7383 ± 0,1581) m/s2 with correctness level 78,59%
F = (161,70 ± 34,71) N with correctness level 78.54%
- With ma is constant and manipulation of m
ā = (0,3356 ± 0,0775) m/s2 with corretness level 76,77%
F = 259,7 N with F is constant
While according to is theoritical:
ā = (0,1,1351 ± 0,0566) m/s2 with correctness 95,01%
F = 259,7 N with F is constant


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mekanika klasik atau Mekanika Newton adalah teori tentang gerak yang didasarkan pada konsep massa dan gaya. Hukum-hukum yang menghubungkan konsep-konsep fisis ini besaran kinematika (perpindahan, kecepatan, percepatan). Semua gejala dalam mekanika klasik dapat digambarkan dengan menggunakan hanya 3 Hukum sederhana yang dinamakan Hukum Newtontentang gerak. Hukum Newton menghubungka percepatan sebuah benda dengan massanya dan gaya-gaya yang bekerja padanya. Hukum Newton dapat digunakan pada persoalan yang sederhana dimana sebuah benda dipengaruhi gaya-gaya yang besarnya konstan. Untuk dapat menyelidiki dan menentukan hubungan antara massa suatu benda dengan percepatan, maka dilakukan percobaan ”Penentuan Hukum II Newton menggunakan Air track dan Computer timing system”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat diambil sbuah rumusan masalah:
”Bagaimana pengaruh massa peluncur dan massa beban terhadap percepatan jika momen inersia pada katrol diabaikan?”

C. Tujuan
Adapun tujuan dari eksperimen ini adalah untuk menyelidiki dan menentukan Hukum II Newton menggunakan Air Track dan Computer timing system dengan mengabaikan momen inersia pada katrol.

D. Hipotesis
Semakin besar massa peluncur, naka semakin kecil percepatan yang dihasilkan. Semakin besar massa beban, semakin besar pula percepatan yang dihasilkan.

BAB II
KAJIAN TEORI

Persamaan dasar mekanika klasik menyatakan:
F = m.a
Dengan: F = jumlah vektor semua gaya yang bekerja pada benda
m = massa benda
a = vektor percepatan
persamaan diatas dapat diambil sebagai pernyataan Hukum II Newton.
Hukum II Newton merupakan konsep penting untuk menjelaskan gerakan benda dibawah pengaruh suatu gaya. Air track dan computer photogate timing system adalah salah satu peralatan yang digunakan untuk menentukan Hukum II Newton tersebut, dimana pengaruh lintasan pada gerak benda dapat diminimalkan sehingga dapat diabaikan.
Dalam percobaan ini, air track merupakan lintasan massa peluncur/glider. Pada air track terdapat lubang-lubang sebagai lintasan udara yang berfungsi sebagai pengurang gesekan yang terjadi. Air track juga terdapat 2 photogate yang memiliki alat sensor untuk mendeteksi waktu dan kecepatan meluncurnya massa peluncur.
Pada komputer akan mencatat t1 (waktu peluncur melewati photogate pertama), t2 (waktu peluncur melewati kedua photogate), t3 (waktu peluncur melewati photogate kedua), v1 (kecepatan peluncur pada saat melewati photogate pertama), v2 (kecepatan peluncur pada saat melewati photogate kedua), dan a (percepatan peluncur saat bergerak antara kedua photogate).
Untuk menentukan percepatan rata-rata peluncur saat bergerak antara kedua photogate digunakan persamaan:
a = v2 – v1
t2+(t1/2)+(t3/2)

BAB III
METODE PERCOBAAN
(Percobaan 1)

A. Alat dan Bahan
1. Computer photogate timing system dengan dua Accessory photogate
2. Sistem Air track dengan satu peluncur/glider
3. Seperangkat massa
4. Katrol

B. Variabel-Variabel
1. Variabel manipulasi:
ma (massa beban+penggantung)
m(massa peluncur), ma+m konstan
2. Variabel kontrol:
D(jarak antara kedua photogate)
l (panjang massa peluncur)
3. Variabel respon:
t (waktu)
v (kecepatan)

C. Langkah Eksperimen
Merangkai Air track seperti pada gambar rangkaian percobaan (gambar 3). Menimbang massa peluncur (m), massa beban+penggantung (ma), lalu mengukur jarak antara kedua photogate (d) dan panjang peluncur (l), kemudian menyiapkan program komputer. Menyalakan Air track dan meletakkan peluncur pada lintasan dan melepaskannya pada sebuah titik/jarak tertentu, hingga melewati kedua photogate. Mengulangi langkah tersebut untuk m dan ma yang berbeda (ma+m konstan) sebanyak 5 kali (untuk tiap manipulasi ma dan m dilakukan percobaan sebanyak 10 kali)

BAB III
METODE PERCOBAAN
(percobaan 2)

A. Alat dan Bahan
1. Computer photogate timing system dengan dua Accessory photogate
2. Sistem Air track dengan satu peluncur/glider
3. Seperangkat massa
4. Katrol

B. Variabel-Variabel
1. Variabel manipulasi:
m (massa peluncur)
2. Variabel kontrol:
D (jarak antara kedua photogate)
l (panjang massa peluncur)
ma (massa beban+penggantung)
3. Variabel respon:
t (waktu)
v (kecepatan)

C. Langkah Percobaan
Merangkai Air track seperti pada gambar rangkaian percobaan. Menimbang massa peluncur (m), massa beban+penggantung (ma), lalu mengukur jarak antara kedua photogate (d) dan panjang peluncur (l), kemudian menyiapkan program komputer. Menyalakan Air track dan meletakkan peluncur pada lintasan dan melepaskannya pada sebuah titik/jarak tertentu, hingga melewati kedua photogate. Mengulangi langkah tersebut untuk m yang berbeda (ma+m konstan) sebanyak 5 kali (untuk tiap manipulasi ma dan m dilakukan percobaan sebanyak 10 kali)

BAB V
DISKUSI

Pad percobaan kami, katrol dibuat diam karena tali dianggap tidak bermassa (massa tali terlalu kecil sehingga dapat diabaikan) dan katrol dianggap memiliki massa yang dapat diabaikan, sehingga tegangan tali T1 dan T2 sama besar dan tidak ada gaya tangensial yang bekerja pada tali karena peluncur pada Air Track tidak mempunyai percepatan (a) arah vertikal maka gaya-gaya vertikal Fn dan mg harus saling mengimbangi. Jika ax adalah percepatan horizontal m, hukum kedua Newton memberikan:
T = m.ax
Dengan T1 = T2 = T adalah tegangan dlam tali. Percepatan penggantung+beban adalah vertikal ke bawah. Gaya-gaya yang bekerja padanya adlah gaya gaya beratnya mag ke bawah dan tegangan tali T2 ke atas. Jika arah ke bawah adalah arah positif untuk percepatan ay penggantung+beban, maka hukum II Newton memberikan:
mag – T = maay
Jika tali penghubung tidak jadi kendur, tiap massa harus bergerak dengan kelajuan sama, dan percepatan ax dan ay haruslah sama besarnya (tetapi tidak arahnya), maka:
T = ma
Mag – T = ma
Mag – ma = maa
Sehingga a = [ma/(ma+m)]g

KESIMPULAN

Dari data yang kami dapatkan pada percobaan Hukum II Newton menggunakan Air track dan compute photogate timing system dapat disimpulkan bahwa:
• Makin besar massa beban+penggantung (ma), makin besar pula percepatannya
• Makin besar massa total (ma+m), makin kecil percepatannya
• Dari percobaan yang telah kami lakukan diperoleh:
a). ā = (0,5460 ± 0,0184) m/s2 dengan taraf ketelitian sebesar 96,64% dan F = (161,7 ± 34,71) N dengan taraf ketelitian sebesar 78,54%.
Sedangkan menurut teoritis, diperoleh:
ā = (0,7383 ± 0,1581) m/s2 dengan taraf ketelitian sebesar 78,59% dan F = (161,7 ± 34,71) N dengan taraf ketelitian sebesar 78,54%.
Nilai a menurut percobaan dengan nilai a teoritis memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah pengaruh gaya luar (gesekan dengan udara), gravitasi, jarak antara kedua photogate.
b). ā = (0,3336 ± 0,0775) m/s2 dengan taraf ketelitian sebesar 76,77% dan F = 259,7 N dengan nilai F konstan karena ma konstan.
Sedangkan menurut teoritis, diperoleh:
ā = (1,1351 ± 0,0566) m/s2 dengan taraf ketelitian sebesar 95,01% dan F = 259,7 N dengan nilai F konstan karena ma konstan.
Nilai a menurut percobaan dengan nilai a teoritis memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah pengaruh gaya luar (gesekan dengan udara), gravitasi, jarak antara kedua photogate


DAFTAR PUSTAKA

Halliday, David. 1977. Fisika Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Tippler, Paul A. 1991. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Erlangga

Kamis, 08 April 2010

tanda pacaran awet

10 tanda pacaran awed:
  1. dia gag perna ngebanding2in ma org laen
  2. dy gag perna mara lebih dr 1 harii
  3. kmu n dy gag nyaman kalo bberapa hari gag ktemu
  4. gag perlu ada yang merasa menang n kalahh
  5. gag tenang n ngrasa bsalah besar, bila salah satu mulai 'ngelirik' yang laen
  6. keduanya saling tbuka n gag ada rahasia
  7. jarang ngungkid ksalahan pasangan
  8. masing2 dag pada tau kapan mesti 'kenceng' n 'diem' waktu brantem
  9. saling pcaya n 'dkompromi' kalo ada masalah
  10. keduanya tampak selalu kliadan ceria n gag bmasalah

ISBD

Tugas Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar ( ISBD )

MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESETARAAN

A. PENDAHULUAN

Ada tiga konsep yang menggambarkan masyarakat yang terdiri dari agama, ras, bahasa dan budaya, yakni:

1. Pluralitas (plurality)
Konsep pliralitas mengandaikan adanya hal-hal yang lebih dari satu (many) dan sekedar mempresentasikan adanya kemajemukan (yang lebih dari satu).

2. Keragaman (diversity)
Keragaman menunjukkan bahwa keberadaan yang lebih dari satu itu berbeda-beda, heterogen, dan bahkan tidak dapat disamakan. Pada abad ke-20, kemajemukan menjadi syarat demokrasi. Serba tunggal, misalnya satu ideology, satu partai politik, satu calon pemimpin, dianggap senagau satu bentuk pemaksaan dari Negara.

3. Multikultural (multicultural)
Inti dari multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, jender, bahasa maupun agama. Multikulturalisme memberikan penegasan bahwa dengan segala perbedaannya itu mereka adalah sama di dalam ruang public. Menurut Suparlan, seperti dikutip oleh Siswarini dan Kasijanto (2003), multikultiralisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan. Perbedaan yang dimaksudkan adalah perbedaan-perbedaan individual atau orang perorangan atau perbedaan budaya. Perbedaan budaya mendorong upaya terwujudnya keanekaragaman atau pluralisme budaya sebagai corak kehidupan masyarakat yang mempunyai keanekaragaman kebudayaan, yaitu yang saling memahami dan menghormati kebudayaan-kebudayaan dari mereka yang tergolong sebagai kelompok minoritas.

Huntington mengemukakan enam alasan mengapa di masa mendatang akan terjadi benturan antara perbedaan yaitu:
1). Perbedaan antara peradaban tudak hanya riil, tetapi juga mendasar.
2). Dunia sekarang makin menyempit. Interaksi antar orang yang berbeda peradaban semakin meningkat.
3). Proses modernisasi ekonomi dan social dunia membuat orang atau masyarakat tercerabut dari identitas local meraeka yang sudah berakar dalam, disamping memperlemah Negara-negara sebagai sumber identitas mereka.
4). Tumbuhnya kessadaran peradaban dimungkainkan karena peran ganda barat. di satu sisi Barat berada dipuncak kekuatan, di sisi lain, dan ini mungkin akibat dari posisi Barat tersebut, kembalinya febomena asal, sedang berlangsung diantara peradaban-peradaban non-Barat.
5). Karakteristik dan perbedaan budaya kurang bias berkompromi dinabding karakteristik dan perbedaan politik dan ekonomi.
6). Regionalisme ekonomi semakin meningkat (Siswarini dan Kasijanto, 2003)

B. PLURALITAS MASYARAKAT INDONESIA

Dalam skala local, Indonesia merupakan bagian dari dunia global yang menghadapi gejala pliralitas etnis, agama, dan budaya. Indonesaia sebagai Negara bangsa memiliki karakteristik yang unik (Sunyoto Isman, 1992), yaitu merupakan Negara yang pluralistic dilihat secara vertical dan hotizontal.

a). Secara vertical
Secara vertical struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya polarisasi social berdasarkan kekuatan ekonomi dan politik. Struktur masyarakat terpolarisasi menjadi sebagian besar orang yang secara ekonomi dan politik lemah yang menempati lapisan bawah dan sebagian kecil orang yang secara ekonomi dan politik kuat yang menempati lapisan atas.

b). Secara horizontal
Secara horizontal, pluralitas masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan suku bangsa, agama, adat, dan kedaerahan. Perbedaan di bidang kehidupan mesyarakat tersebut yang menandai masyarakat Indonesia sebagai mesyarakat majemuk, seperti dikonsepkan oleh Furnivall untuk menggambarkan masyarakat Indonesia pada masa Hindia-Belanda. Dikatakan oleh Furnivall, masyarakat Indonesia pada masa Hindia-Belanda adalah merupakan masyarakat majemuk, yakni suatu masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam suatu kesaatuan politik. Masyarakat dalam pengertian demikian merupakan suatu cirri masyarakat yang dikuasai memiliki perbedaan ras. Misalnya, struktur masyarakat Indonesia pada masa colonial terdiri dari masing-masing berasal dari ras yang berbeda.

Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Secara histories keadaan demikian memaksa penduduk di masing-masing pulau untuk hidup terpisah dan masing-masing membentuk komunitas, dan terbentuklah kesatuan yang disebut suku bangsa. Tiap kesatuan masing-masing suku bangsa mengembangkan kepercayaan, adat istiadat dan bahasanya sendiri.
Letak Indonesia yang strategis, yang berada di dua samudera, yaitu samudera Hindia dan samudera Pasifik menjadi factor yang mempengaruhi pluralitas agama di masyarakat Indonesia. Letak yang strategis tersebut menjadikan masyarakat Indonesia telah menjalin kontak dengan pengaruh kebudayaan luar yang dibawa oleh para pedagang asing. Pengaruh yang pertama kali menyentuh masyarakat Indonesia adalah pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha, yang masuk ke Indonesia kira-kira sejak tahun 400 setelah masehi..setelah itu pada abad ke-13 pengaruh Islam masuk ke Indonesia dan mencapai puncak perluasan pengaruhnya pada abad ke-15.
Pengaruh kebudayaan Barat dan agama Katolik mulai masuk ke Indonesia melalui kedatangan bangsa Portugis pada permulaan abad ke-16. ketika bangsa Belanda berhasil mendesak Portugis sekitar tahun 1600-an, maka pengaruh agama Katolik segera digantikan oleh pengaruh agama Kristen Protestan. Agama Katolik dan Kristen Protestan mempunyai pengaruh yang cukup kuat terutama di wilayah Indonesia bagian Timur.
C. BEBERAPA KASUS KONFLIK DI INDONESIA

Kebhinekaan demikian bagi bangsa Indonesia dapat menjadi kekayaan dan kebanggaan bila dikelola dengan baik, dan sebaliknya menjadi potensi konflik bila tidak dikelola dengan baik. Menjelang peralihan abad ke-20 ke abad ke-21 bangsa Indonesia dihadapkan pada serangkaian peristiwa konflik yang terjadi di berbagai daerah, seperti Jawa, Maluku, Poso, Mataram, Kupang, Papua, D. I. Aceh, dan daerah lainnya. Konflik dan kericuhan yang memakan korban ribuan jiwa, ribuan tempat tunggal dan ratusan tempat ibadah tersebut telah meninggalkan luka psikis yang amat dalam di kalangan mereka yang langsung maupun tidak langsung, terlibat dalam berbagai konflik tersebut.

1. Kerusuhan di Kupang, NTT
Kerusuhan di Kupang NTT terjadi pada tanggal 30 Nopember 1998. Konflik ini disebabkan oleh masalah tergesernya sumber ekonomi penduduk local oleh para pendatang, yang dipengaruhi pula oleh konflik agama dan politik. Percepatan perkembangan ekonomi dan agama ini menimbulkan masalah baru yaitu adanya kesenjangan antara penduduk asli dan pendatang. Sebagai gambaran pertumbuhan pemeluk agama di Kupang bila dibandingkan selama 50 tahun terakhir adalah pemeluk Islam mengalami perkembangan yang paling cepat kedua (17,66%) setelah Kristen Protestan (54,03%). Persoalan ini menimbulkan kecemburuan dan sentiment keagamaan, dan sifatnya sangat laten.
Penduduk local yang mayoritas beragama Kristen Protestan lebih menyukai sector birokrasi dibanding bergerak di bidang wiraswasta. Akibatnya tingkat kesejahteraan ekonominya mengikuti dan bergantung pada kenaikan gaji dari pemerintah. Selain itu, umumnya banyak yang bertumpu di sector pertanian dan pertukangan, serta buruh tani. Tingkat pengangguran, kemiskinan dan kepemilikan modal antara penduduk asli dan pendatang sangat jauh perbedaannya. Akibat semua ini terjadi perbandingan terbalik antara pola penguasaan ekonomi dan perbandingan jumlah penduduk.
Ketika terjadi penumpukan atas sumber masalah dengan faktor-faktor yang bersifat mempercepat, ditambah oleh adanya provokasi dari luar, terutama kasus kerusuhan di Ketapang, mengakibatkan benih-benih konflik semakin terbuka. Acara perkabungan yang diselenggarakan oleh GEMA KRISTI di NTT, berubah menjadi kerusuhan, ketika isu-isu gelap terjadi dalam suasana ketegangan social di Kupang yang sudah memuncak. Isu tersebut adalah adanya berita yang menyebar luas bahwa Geraja Ketedral Agung Kupang dibakar oleh massa Muslim. Demikian sebaliknya kelompok Islam menerima kabar bahwa Masjid At-Taqwa (masjid tertua di Kupang) dibakar oleh massa Nasrani. Akibat itu semua terjadilah saling menyerang di antara dua kelompok yang berbeda.

2. Kerusuhan di Sambas, Kalimantan Barat
Kerusuhan etnik yang berlangsung di Kalimantan Barat bersumber dari adanya rivalitas antar etnik yang berlangsung sejak lama. Kerusuhan antaretnik ini sudah berlangsung semenjak tahun 1950-an, khususnya pertikaian antara suku Madura melawan suku Dayak, yang nyaris tiada henti sementara itu suku Melayu yang selama ini tidak pernah terlibat konflik, ketika kekerasan demi kekerasan fisik bahkan pembunuhan yang dilakukan oleh suku Madura terus menimpa suku ini, maka hal ini dapat menumpuk semacam dendam. Toleransi terhadap suku Madura seakan-akan telah habis tatkala pada Hari Raya Idul Fitri (Januari 1999), yang dianggap sebagai hari raya umat Islam yang harus dihormati, justru orang Madura (yang juga beragama Islam) melah menodai hari tersebut dengan melakukan pembunuhan terhadap orang dari suku Melayu yang juga beragama Islam.
Hubungan antar suku di wilayah Kalimantan Barat pada umumnya tidak dapat berlangsung dengan baik dan harmonis, khususnya antara suku pendatang Madura dan pendidik asli Dayak dan Melayu. Sedangkan warga Cina perantauan kendati tidak pernah berani berkonfrontasi secara langsung juga menyimpan perasaan kurang senang terhadap perilaku etnik Madura, yang kerap mempraktekkan kultur kekerasan dan mau menang sendiri. Konflik lebih mengemuka dibanding kerjasama, dan integrasi gagal terwujud, karena adanya konflik cultural (akinat perangai orang Madura yang tidak dapat diterima oleh suku-suku lain) maupun pola pemukiman yang tersegregasi secara eksklusif. Kondisi ini diperparah oleh daya dukung lingkungan yang semakin menurun akibat kerusakan lingkungan, dan aparat keamanan tidak mampu menjalankan fungsinya sebagai aparat penegak hukum.

3. Kerusuhan di Mataram, NTB
Kerusuhan di Mataram dan sekatarnya terjadi pada tanggal 17 Januari 2000, disebabkan oleh peobokaso dari para elit politik terhenti yang menyebabkan terjadinya kerusuhan di wilayah tersebut. Selain itu kerusuhan di Mataram juga sebagai dampak dari fanatisme agama pemeluknya (terutama Islam di Mataram) berhadapan dengan agrasifitas penyebaran agama Kristen yang sering memicu konflik berdimensi agama. Kondisi ini diperparah oleh adanya kesenjangan ekonomi antara penduduk local yang umumnya muslim dan kaum pendatang yang umumnya nasrani, segresi pemukiman antara penduduk pribumi dan nonpribumi, serta ketidaksiapan aparat keamanan dalam mengamankan acara Tabliq Akbar tanggal 17 Januari 2000. Di samping akar masalah tersebut, kerusuhan di Mataram juga dipicu atau disulut oleh seorang penceramah yang memprovokasi massa pasa acara Tabliq Akbar tersebut.

Heddy Shri Ahimsa-Putra (2001) mengajukan teori alternative untuk menjelaskan berbagai konflik dan kerusuhan missal, yaitu Teori kondisi social atau teori Rumput Kering. Teori ini dibangun atas sejumlah asumsi atau anggapan dasar, yaitu:
1. Berbagai macam peristiwa atau gejala social budaya –termasuk didalamnya konflik dan kekerasan missal- pada dasarnya tidak lahir dari sebuah kekosongan social-budaya, tetapi dari kondisi-kondisi tertentu yang ada dalam masyarakat.
2. Kondisi-kondisi dalam suatu masyarakat merupakan hasil dari sebuah proses sejarah yang bersifat khusus, yang tidak dialami secara persis oleh masyarakat yang lain.
3. Tidak semua kondisi social-budaya yang ada memberikan sumbangan yang sama besarnya untuk memunculkan suatu gejala atau peristiwa social-budaya tertentu.
4. Kondisi-kondisi social-budaya ini lebih-lebih memungkinkan kita memberikan penjelasan yang didasarkan atas fakta empiris, serta melakukan penelitian empiris untuk membuktikan kebenaran penjelasan tersebut, dibandingkan dengan apabila kita menggunakan teori-teori yang lain.

Yang dimaksud dengan kondisi-kondisi social adalah dirri, sifat atau karakter dari relasi-relasi antar individu, komunitas, kelompok dan golongan, dan relasi-relasi mereka berkenaan dengan sumber daya tertentu dalam suatu masyarakat, dalam suatu kurun waktu tertentu. Sedangkan kondisi-kondisi budaya adalah cirri, sifat atau karakter dari perangkat simbolis yang dimiliki oleh kelompok, komunitas dan golongan dalam suatu masyarakat mengenai kelompok, komunitas dan golongan serta mengenai sumber daya yang ada dalam lingkungan mereka dan penguasaannya.

Beberapa kondisi social-budaya primer dalam masyarakat:
1. Terdesaknya akses kelompok tertentu ke kekuasaan dan sumber daya.
2. Keterdesakkan terjadi melelui proses yang dianggap tidak adil atau curang
3. Penguasa baru atas akses dan sumber daya adalah para pendatang
4. Para pendatang berbeda suku, agama atau rasnya
5. Etnosentrisme dan eksklusivisme

Kondisi-kondisi sekunder dalam masyarakat:
1. Rasa keadilan masyarakat setempat yang tidak terepenuhi
2. Aparat pemeritahan yang tidak peka terhadap kondisi genting masyarakat.
3. Aparat pemerintahan yang memihak/mengutamakan salah satu kelompok
4. Kesadaran kesatuan bangsa masih lemah
5. Pengetahuan budaya local yang sangat kurang.


DAFTAR PUSTAKA

Tim ISBD UNESA. 2008. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Surabaya:Unipress